Jumat, 16 Oktober 2015

Diecast, koleksi sekaligus investasi

JAKARTA. Andreas Yasakasih, Direktur PT Valbury Capital Management punya cara unik membiakkan asetnya. Ia merupakan kolektor diecast, miniatur kendaraan yang dibuat dengan metode die casting alias meleburkan logam dan menuangkannya dalam cetakan. Miniatur ini bukan sembarang mainan "mobil-mobilan". Andreas mengklaim, diecast memiliki nilai investasi tinggi.

Andreas mulai jatuh cinta pada mainan beraneka bentuk ini sejak kecil. Ia mulai mengumpulkan diecast sejak tahun 1970-an yang awalnya merupakan mainan pemberian ibunya. Hobi ini sempat terhenti ketika ia memulai karirnya di dunia pasar modal.

Namun, karena tahu diecast memiliki nilai jual cukup tinggi, sehingga pada tahun 2004, Andreas kembali serius mengoleksi mainan mahal ini. Tujuannya, sebagai investasi.

Kini, koleksinya mencapai satu kamar penuh, dengan jumlah ratusan unit. Pria kelahiran 46 tahun silam ini bilang, pada era 70-an, ia bisa membeli diecast seharga Rp 750 per unit. Kini, harga jual produk yang sama di pasaran bisa mencapai US$ 100. "Semakin lama tahun pembuatannya, semakin mahal pula harga jualnya," tuturnya.

Andreas mengkoleksi berbagai jenis diecast, terutama merek Matchbox. Koleksinya mulai dari diecast mobil, motor Harley Davidson, hingga replika sebuah kantin. Koleksi terantik miliknya adalah diecast yang diproduksi pada tahun 1949. "Valuasinya tinggi. Bisa saya bilang, ini more than car," selorohnya.

Lantaran hobinya ini unik dan bernilai tinggi, Andreas  tak pernah ragu berburu koleksi baru hingga ke negeri orang. Kebanyakan dibelinya dari lelang eBay. Ia rela merogoh kocek dalam demi koleksi terantik. Tak jarang, Andreas membeli diecast di kisaran US$ 1.000 per unit.

Dari sisi likuditas, lulusan S2 Universitas Indonesia ini bilang, diecast memiliki pasar yang besar dan terus berkembang. Makanya, ia yakin tak akan kesulitan jika ingin merealisasikan profit dari investasi ini. "Di Indonesia, ada perkumpulannya, dan mudah menjualnya di eBay," katanya.


Saat ini, Andreas belum banyak merealisasikan profit dari mainan kesayangannya itu, lantaran masih menyukainya sebagai koleksi. "Suatu saat mungkin akan saya realisasikan, atau kalau pensiun, saya kan bisa buka toko mainan," imbuhnya.

Diecast termasuk produk yang harganya tidak  fluktuatif, alias cukup stabil. "Bahkan saat ada guncangan pasar global di era 2000-an, harga diecast tetap naik," klaim Andreas. Katanya, diecast yang bisa ditaksir mahal adalah yang sudah berumur tua, masih memiliki kotak penyimpanan utuh, dan tidak cacat.

Diversifikasi aset
Diecast bisa dibilang investasi pertama yang diseriusi Andreas. Namun, seiring pemahamannya mengenai pentingnya diversifikasi aset untuk meminimalisir risiko, ia pun mulai menebar aset pada instrumen investasi lain.

Lantaran sudah memiliki karir mumpuni di bidang pasar modal, Andreas mulai trading saham. Awalnya, ia membuka akun saham bersama tiga kawannya. Namun, ia kerap merugi. "Saya mengalami lima kali krisis ekonomi, termasuk krisis ekonomi moneter tahun 1998. Di situ banyak cut loss," kenangnya.

Jera melakukan trading, Andreas mulai menjadikan saham sebagai investasi jangka panjang. Ia pun rajin  rebalancing aset. Dalam memilih saham, ia masih berpedoman pada prospek fundamental dan sektoral.

Saat masih single, ia berani menempatkan seluruh uangnya di saham. Tapi, sejak menikah, ia mulai melakukan diversifikasi aset dalam bentuk tanah dan properti. Tak lupa, ia menambah investasi diecast. Saking menggemari diecast, saat ini, sebagian besar portofolionya di mainan unik tersebut, yaitu mencapai 50%.


Sumber : kontan.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar