JAKARTA.
Andreas Yasakasih, Direktur PT Valbury Capital Management punya cara unik
membiakkan asetnya. Ia merupakan kolektor diecast, miniatur kendaraan yang
dibuat dengan metode die casting alias meleburkan logam dan menuangkannya dalam
cetakan. Miniatur ini bukan sembarang mainan "mobil-mobilan". Andreas
mengklaim, diecast memiliki nilai investasi tinggi.
Andreas mulai jatuh cinta pada mainan
beraneka bentuk ini sejak kecil. Ia mulai mengumpulkan diecast sejak tahun
1970-an yang awalnya merupakan mainan pemberian ibunya. Hobi ini sempat
terhenti ketika ia memulai karirnya di dunia pasar modal.
Namun, karena tahu diecast memiliki nilai
jual cukup tinggi, sehingga pada tahun 2004, Andreas kembali serius mengoleksi
mainan mahal ini. Tujuannya, sebagai investasi.
Kini, koleksinya mencapai satu kamar penuh,
dengan jumlah ratusan unit. Pria kelahiran 46 tahun silam ini bilang, pada era
70-an, ia bisa membeli diecast seharga Rp 750 per unit. Kini, harga jual produk
yang sama di pasaran bisa mencapai US$ 100. "Semakin lama tahun
pembuatannya, semakin mahal pula harga jualnya," tuturnya.
Andreas mengkoleksi berbagai jenis diecast,
terutama merek Matchbox. Koleksinya mulai dari diecast mobil, motor Harley
Davidson, hingga replika sebuah kantin. Koleksi terantik miliknya adalah
diecast yang diproduksi pada tahun 1949. "Valuasinya tinggi. Bisa saya
bilang, ini more than car," selorohnya.
Lantaran hobinya ini unik dan bernilai
tinggi, Andreas tak pernah ragu berburu koleksi baru hingga ke negeri
orang. Kebanyakan dibelinya dari lelang eBay. Ia rela merogoh kocek dalam demi
koleksi terantik. Tak jarang, Andreas membeli diecast di kisaran US$ 1.000 per
unit.
Dari sisi likuditas, lulusan S2 Universitas Indonesia ini bilang, diecast
memiliki pasar yang besar dan terus berkembang. Makanya, ia yakin tak akan
kesulitan jika ingin merealisasikan profit dari investasi ini. "Di
Indonesia, ada perkumpulannya, dan mudah menjualnya di eBay," katanya.
Saat ini, Andreas belum banyak merealisasikan
profit dari mainan kesayangannya itu, lantaran masih menyukainya sebagai
koleksi. "Suatu saat mungkin akan saya realisasikan, atau kalau pensiun,
saya kan bisa buka toko mainan," imbuhnya.
Diecast termasuk produk yang harganya
tidak fluktuatif, alias cukup stabil. "Bahkan saat ada guncangan pasar
global di era 2000-an, harga diecast tetap naik," klaim Andreas. Katanya, diecast yang bisa ditaksir mahal
adalah yang sudah berumur tua, masih memiliki kotak penyimpanan utuh, dan tidak
cacat.
Diversifikasi
aset
Diecast bisa dibilang investasi pertama yang
diseriusi Andreas. Namun, seiring pemahamannya mengenai pentingnya
diversifikasi aset untuk meminimalisir risiko, ia pun mulai menebar aset pada
instrumen investasi lain.
Lantaran sudah memiliki karir mumpuni di
bidang pasar modal, Andreas mulai trading saham. Awalnya, ia membuka akun saham
bersama tiga kawannya. Namun, ia kerap merugi. "Saya mengalami lima kali
krisis ekonomi, termasuk krisis ekonomi moneter tahun 1998. Di situ banyak cut
loss," kenangnya.
Jera melakukan trading, Andreas mulai menjadikan
saham sebagai investasi jangka panjang. Ia pun rajin rebalancing aset.
Dalam memilih saham, ia masih berpedoman pada prospek fundamental dan sektoral.
Saat masih single, ia berani menempatkan seluruh uangnya di saham. Tapi, sejak
menikah, ia mulai melakukan diversifikasi aset dalam bentuk tanah dan properti.
Tak lupa, ia menambah investasi diecast. Saking menggemari diecast, saat ini, sebagian
besar portofolionya di mainan unik tersebut, yaitu mencapai 50%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar